Senin, 09 April 2018

Pengantar Pengertian Filsafat

 Kata “Filsafat” barangkali untuk sekarang sudah tidak asing lagi kedengarannya. Hal ini karena sering digunakan dalam berbagai konteks, misalnya Filsafat Umum, Filsafat Pendidikan, Filsafat Islam, Filsafat Yunani, Fakultas Filsafat dan sebagainya. Namun demikian, bagi mereka yang mendengar kata tersebut akan mempunyai asosiasi yang bermacam­macam. Hal ini tidak aneh karena kata filsafat tidak menunjuk sesuatu yang kongkret seperti kata­kata lain.

Misalnya, kata “ekonomi” memberikan asosiasi toko, uang, bank, PT, dan lain­lain. Kata “hukum” memberikan asosiasi hakim, jaksa, pembela, pengadilan, dan lain­lain. Kata “kedokteran” memberikan asosiasi perawat, obat­obatan, rumah sakit, bidan, dan sebagainya. Sedang kata “filsafat” menimbulkan asosiasi dengan hal­hal yang tidak kongkrit, tidak riil bahkan seolah­olah sulit dimengerti, serba sukar, berhubungan dengan hal­hal yang ada di dunia lain, pokoknya serba sukar, serba ruwet dan yang sejenisnya. Sehubungan dengan hal­hal tersebut, penulis tegaskan bahwa filsafat tidaklah sesulit yang dibayangkan, tidaklah hanya mengandung pengertian­pengertian yang abstrak tetapi juga kongkrit, tidak hanya teoritik tetapi juga praktik. Tidak hanya dalam angan­angan tetapi juga berhubungan dengan kehidupan manusia sehari­hari. Misalnya, masalah baik buruk dibicarakan oleh cabang filsafat yang dinamakan etika, masalah indah tidak indah dibicarakan oleh estetika, masalah manusia dibicarakan oleh filsafat manusia, masalah kemasyarakatan dibicarakan oleh filsafat sosial dan lain­lain.

Masalah­-masalah tersebut bukan masalah abstrak tetapi justru masalah kongkrit yang
berhubungan dengan kehidup an sehari­hari. Dengan uraian singkat tersebut diharapkan muncul pemahaman baru bahwa filsafat itu tidak sukar, tidak sulit dan dapat dipelajari oleh setiap orang, karena filsafat itu adalah hasil pemikiran dan setiap orang mempunyai alat berpikir.

Untuk membantu dalam memahami filsafat pada pendahuluan ini, penulis akan uraikan secara singkat, topik- topik sebagai berikut:


A. Pengertian Filsafat

Pengertian Filsafat dapat ditinjau dari empat (4) segi, yaitu:

1.Segi Semantik.

Dari segi semantik atau tata bahasa atau arti katanya, kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab “Falsafah” yang berasal dari bahasa Yunani, philo sophia. Philo berarti cinta, sophia berarti kebijaksanaan atau hikmah (wisdom). Kata sophia tidak hanya berarti kebijaksanaan atau kearifan saja melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, pertimbang­ an sehat sampai kepandaian pengrajin bahkan kepiwaian dalam menyelesaikan masalah­masalah praktis. Diharapkan, orang yang belajar filsafat dapat menjadi orang yang bijaksana, arif, dan dapat menyelesaikan masalah-masalah praktis.

2.Segi Praktis

Dari segi ini, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Berfilsafat berarti berfikir. Setiap orang pasti berfikir. Jadi setiap orang pasti berfilsafat. Setiap yang berfilsafat dinamakan filsuf, maka semboyan yang mengatakan bahwa setiap orang adalah filsuf adalah tidak salah. Misalnya William Ernest Hocking, Max Rosenberg, dan Herbert Martin. Dengan dasar setiap orang berpikir dan setiap orang mempunyai filsafatnya sendiri tentang kehidupan pandangannya khusus tentang alam semesta, maka mereka mengatakan setiap orang adalah filsuf. Muncul pertanyaaan, apakah benar setiap orang filsuf? 

Penulis tidak sependapat, karena tidak semudah itu seseorang menjadi filsuf. Yang dimaksud berfilsafat tentunya tidak hanya sekedar berpikir, tetapi berpikir yang mendalam dan bersungguh­sungguh. Seorang ahli metafisika Richard Taylor mengatakan walaupun setiap orang mempunyai pendapat­pendapat misalnya tentang agama, moral, makna hidup, tetapi hanya sedikit yang memiliki sesuatu konsepsi filsafat dan lebih sedikit lagi yang mempunyai sesuatu pengertian metafisika.  Dari pendapat Richard ini jelas tidak setiap orang adalah filsuf. Menurut penulis, seseorang untuk menjadi filsuf, harus memenuhi kriteria yang menyebabkan seseorang itu dikatakan filsuf. Kriteria tersebut di antaranya adalah:

     a. Sebagai orang yang arif.
     b. Sebagai orang yang berilmu.
     c. Sebagai orang yang berjiwa tenang.
     d. Sebagai pemikir.
     e. Sebagai pecinta dari pandangan terhadap kebenaran.

Kriteria­kriteria tersebut di atas minimal yang harus dimiliki kalau seseorang itu bisa dikatakan sebagai filsuf.

3.Segi Umum

Dari segi umum, filsafat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menye­lidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat mencari apa hakekat atau sari atau inti dari segala sesuatu yang ada ini.

4.Segi Khusus.

Dari segi khusus, pengertian filsafat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah waktu, keadaan, dan orangnya. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan filsafat itu sendiri sehingga timbullah berbagai pandangan atau pendapat atau aliran yang mempunyai kekhususannya masing­masing. Aliran­aliran tersebut di antaranya adalah: rationalisme yang menekankan pada akal, materialisme yang menekankan pada materi, hedonism yang menekankan pada kesenangan, idealisme yang mengagungkan pada idea dan lain­lain.



B.  Definisi Filsafat

Sebagaimana kita ketahui begitu luasnya pembahasan filsafat sehingga sudah sewajarnya kalau banyak di antara para ahli filsafat memberikan definisi berbeda tekanannya.


Berikut ini disampaikan beberapa definisi filsafat dari sebagian filsuf.


1.Plato (427­348 SM). Filsuf Yunani yang termashur, murid Socrates dan guru Aristoteles ini mendefiniskan filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

2.Aristoteles (382­322 SM). Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran mengenai ilmu­ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Menurut dia ilmu filsafat itu adalah ilmu mencari kebenaran pertama, ilmu tentang segala yang ada yang menunjukkan ada yang mengadakan sebagai penggerak pertama.

3.Al­Farabi (870­950). Filsuf terbesar sebelum Ibnu Sina mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bagaimana hakekat yang sebenarnya.

4.Rene Descartes (1590­1650), seorang tokoh utama Renaissance, men­definisikan filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.

5.Immanuel Kant (1724­1804), seorang filsuf yang sering disebut raksasa pikir Barat mendefinisikan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:

a.Metafisika, menjawab apa yang dapat kita ketahui.
b.Etika, menjawab apa yang boleh kita kerjakan.
c.Agama, menjawab sampai dimana harapan kita
d.Antropologi, menjawab apa yang dinamakan manusia.

6.Theodore Brameld, mendefinisikan filsafat merupakan usaha yang gigih dari orang­orang biasa maupun orangorang cerdik pandai untuk membuat kehidupan sedapat mungkin dapat dipahami dan bermakna. Definisi­definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa filsafat mencoba untuk mencari, menyelidiki dan mengetahui apa hakekat sebenarnya segala sesuatu yang ada ini.



C. Obyek Filsafat

Secara garis besar obyek filsafat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Obyek Material.

Yang menjadi obyek material filsafat adalah segala sesuatu yang menjadi masalah oleh filsafat atau dalam filsafat.
Ada berbagai pendapat tentang hal ini di antaranya :

-Louis Kattsoff
Ia menyatakan bahwa obyek filsafat sangat luas sekali yaitu segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui oleh manusia.

-Perdjawijatna
Ia menyatakan bahwa obyek filsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.

-D.C. Mulder
Ia menyatakan bahwa obyek filsafat meliputi tiga persoalan pokok, yaitu:

1) Apakah Allah dan siapakah Allah itu,
2) Apa dan siapakah manusia itu,
3) Apakah hakekat dari segala realitas (kenyataan) ini.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa obyek filsafat tiada lain ialah segala sesuatu yang ada, yang pada garis besarnya dibagi menjadi tiga persoalan pokok yaitu: hakekat Tuhan, alam, dan manusia.


2. Obyek Formal

Yang dimaksud obyek formal filsafat tiada lain ialah mencari keterangan sedalam­dalamnya tentang obyek material filsafat yaitu segala sesuatu yang ada atau sarwayang­ada. Dari obyek formal inilah filsafat berbeda dengan ilmuilmu lain, walaupun obyek materialnya sama, hal ini sebagaimana ciri filsafat mencari keterangan sedalamdalamnya.


D.   Faedah Mempelajari Filsafat

Sebagaimana dijelaskan dalam ilustrasi di atas bahwa filsafat tidak ruwet seperti yang dibayangkan, tidak hanya dalam angan­angan tetapi berka­itan dengan kenyataan dan berhubungan dengan kehidupan sehari­hari. Artinya, tidak hanya teoritik tetapi juga praktik, maka dapat disampaikan manfaat atau faedah mempelajari filsafat sebagai berikut:

1. Filsafat menolong, mendidik, dan membangun diri kita sendiri. Dengan berpikir lebih mendalam, kita menyadari dan mengalami tentang kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berpikir, untuk hidup dengan sesadar­sadarnya dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri.

2. Filsafat memberi pandangan yang luas kepada kita, hal ini untuk menghindar dari akuisme atau aku sentrisme artinya untuk menghindari dari segala hal yang melihat dan mementingkan kepentingan serta kesenangan diri sendiri.

3. Filsafat memberikan dasar­dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu­ilmu pengetahuan lainnya seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu pendidikan, dan sebagainya.

4. Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri. Kita tidak hanya ikut­ikutan saja tetapi secara kritis kita menyelidiki apa yang dikemukakan orang. Kita mempunyai pendapat sendiri, berdiri sendiri dengan cita­cita mencari kebenaran.

5. Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan­persoalan dalam hidup sehari­hari. Dalam filsafat, kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi persoalan, dan ini merupakan syarat untuk memecahkannya. 

Faedah­ faedah tersebut di atas adalah faedah yang langsung bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari­hari. Hal ini menunjukkan berkaitan dengan kehidupan praktis. Sedangkan dalam kaitannya dengan ilmu yang lain faedah atau fungsi filsafat adalah sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) pada masa awalnya dan pada masa sekarang sebagai interdisipliner sistem. Disamping selaku penghubung antar disiplin ilmu pengetahuan, filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi dan lebih menyempurnakan prinsip­prinsip dan asas­asas yang melandasi berbagai ilmu pengetahuan itu. Hal ini karena filsafat adalah ilmu yang tak terbatas.



E.   Metode Filsafat

Istilah metode berasal dari bahasa Yunani methodos, meta artinya dengan dan hodos artinya jalan. Dalam hubungannya dengan suatu upaya ilmiah, metode artinya cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu obyek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tersebut. Metode merupakan salah satu dari persyaratan yang harus dimiliki sesuatu jika sesuatu tersebut akan dikaterigorikan sebagai ilmu. Termasuk filsafat karena bisa dikatakan sebagai ilmu, maka tentunya memiliki metode. Bahkan metode filsafat bisa dikatakan banyaknya sebanyak jumlah filsufnya.

Dibawah ini diuraikan sebagian metode filsafat yang pernah dikembangkan sepanjang sejarah filsafat, teristimewa yang memiliki pengaruh cukup kuat bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya.


1. Metode Maietutik Dialektis Sokrates

Metode Sokrates terkenal dengan nama maieutika tekhne (teknik kebidanan), sokrates dalam mempraktikkannya lewat percakapan. Dia senantiasa menggunakan setiap kesempatan untuk berdialog dengan siapa saja yang berjumpa dengan dia. Lewat percakapan inilah ia melihat dengan jelas adanya kebenaran­kebenaran individual yang ternyata bersifat universal. Metodenya disebut metode dialektis karena Sokrates selalu mengajak orang, untuk bercakap­cakap guna mengungkap apa yang memang ada dan tersimpan dalam jiwa/pikiran seseorang.


2. Metode Silogistis Deduktif Aristoteles

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, kata Aristoteles. Dua metode itu adalah induktif dan deduktif. Induktif menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal­hal yang khusus, sebaliknya deduktif menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tidak diragukan, yang bertolak dari sifat umum ke khusus. Untuk meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi­proposisi yang benar digunakan istilah analitika.

Sedangkan untuk meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi­proposisi yang diragukan kebenarannya digunakan istilah dialektika. Yang mana istilah­istilah tersebut lebih dikenal dengan nama logika. Inti logika adalah silogisme, dan silogisme sebagai suatu alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan premis premis yang benar adalah suatu bentuk formal dari penalaran deduktif. Bagi Aristoteles metode deduksi adalah metode terbaik untuk mendapatkan kesimpulan demi meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Dari sinilah metode Aristoteles dinamakan Metode silogistis deduktif.


3. Metode Skeptis Rene Descartes.

Descartes adalah seorang ahli matematika, saintis, dan filsuf Perancis yang terkenal sebagai tokoh besar dalam filsafat modern dan sebagai peletak dasar rasionalisme. Dalam mengawali metode filsafatnya, segala sesuatu harus disangsikan terlebih dahulu, termasuk kebenaran. Apabila lewat kesangsian yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang sanggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya, maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti, yang harus menjadi kebenaran filsafat yang pertama dan terutama.

Descartes setelah menyangsikan segala sesuatu, ada satu hal yang tidak diragukan yaitu “saya yang sedang menyangsikan segala sesuatu, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada”.

Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan menyangsikan sesuatu. Karena itu, Descartes dengan yakin mengatakan “aku berpikir maka aku ada” yang sekarang terkenal dengan istilah cogito ergo sum. Perlu diketahui bahwa Descartes bukanlah penganut skeptisisme yang menyangsikan segala­galanya. Kesangsian bagi Descartes hanyalah kesangsian metodis belaka. Disamping metode­metode tersebut di atas masih banyak metode filsafat lagi yang tidak diuraikan di sini, misalnya metode analitika bahasa Wittgenstein, metode fenomenologis Husserl, metode transendental Imanuel Kant dan sebagainya. Masing­masing metode tersebut mempunyai corak yang khas sesuai dengan filsafat para filsuf tersebut.



F.  Pembagian Sistematika Filsafat

Filsafat pada mulanya merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu­ilmu khusus,
tetapi dalam perkembangnnya ilmu­ilmu khusus tersebut memisahkan diri dari induknya. Pertama­tama yang memisahkan diri adalah ilmu matematika dan ilmu fisika sekitar abad XVI masehi, kemudian yang memisahkan diri adalah psikologi. Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu­ilmu khusus tersebut ternyata filsafat tidak mati melainkan hidup dengan corak tersendiri yaitu sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu­ilmu khusus. Dari latar belakang inilah muncul cabang­-cabang filsafat. Cabang­cabang filsafat yang paling utama selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika. Ketiga cabang ini merupakan inti pembahasan dari sistematika filsafat. Berikut ini beberapa pendapat tentang cabang­cabang filsafat.



1. Aristoteles, mengadakan pembagian secara kongkret dan sistematis menjadi empat cabang, yaitu:

Logika, yaitu ilmu yang dianggap sebagai pendahuluan dalam filsafat.

-Filsafat teoritis. Cabang filsafat ini mencakup:

     1. Ilmu fisika, mempersoalkan dunia materi dan alam nyata.
     2. Ilmu matematika, mempersoalkan benda­benda alam dalam kuanti­tasnya.
     3. Ilmu metafisika, mempersoalkan tentang hakekat segala sesuatu.

-Filsafat praktis, mencakup:

     1. Ilmu etika, mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan.
     2. Ilmu ekonomi, mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga.
     3. lmu politik, mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara.

-Filsafat poetika (kesenian)

Pembagian menurut Aristoteles ini merupakan pembagian permulaan yang baik sekali untuk perkembangan pelajaran filsafat sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari secara teratur. Ajaran logika sampai sekarang masih menjadi contoh filsafat klasik yang dikagumi.

2. Sesudah Zaman Renaissance, cabang­cabang filsafat meliputi:

   1. Metafisika, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakekat yang ada dibalik alam nyata dan bersifat transenden di luar jangkauan penga­laman manusia.
   2. Logika, yaitu filsafat tentang pikiran yang benar dan salah.
   3. Etika, yaitu filsafat tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk.       
Estetika, yaitu filsafat tentang hal­hal yang berkaitan dengan keindahan dan kejelekan.
   4. Epistemologi, yaitu filsafat tentang pengetahuan
   5. Politik, yaitu filsafat tentang hal­hal yang berkaitan dengan UU atau negara.
  6. Filsafat­-filsafat khusus, seperti filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat agama, filsafat manusia, filsafat alam dan filsafat­filsafat lainnya.

3. Will Durant dalam The Story of Philosophy, mengemukakan ada lima cabang filsafat,yaitu: logika, estetika, etika, politika dan metafisika.

   a. Logika, yaitu studi tentang metode berpikir dan metode penelitian ideal yang terdiri dari observasi, introspeksi, deduksi dan induksi.
   b. Estetika, yaitu studi tentang keindahan.
   c. Etika, yaitu studi tentang perilaku yang ideal.
   d. Politika, yaitu studi tentang organisasi sosial yang ideal.
   e. Metafisika, mencakup ontologi, filsafat psikologi, dan epistemologi.

4. Pembagian cabang filsafat menurut struktur pengetahuan filsafat dewasa ini, mencakup filsafat sistematis, filsafat khusus dan filsafat keilmuan. Masing­masing untuk filsafat sistematis meliputi metafisika, epistemologi, metodo­logi, logika, etika, dan estetika. Filsafat khusus meliputi filsafat seni, kebudayaan, pendidikan, sejarah, bahasa, hukum, budi, politik, agama, kehidupan, dan filsafat nilai. Cabang yang ketiga filsafat keilmuan meliputi filsafat matematik, ilmu­ilmu fisik, biologi, linguistik, psikologi, dan ilmu­ilmu sosial.

Dari uraian­uraian di atas dapat dipahami bahwa pembagian sistematika filsafat dapat dikatakan juga sebagai ruang lingkup filsafat karena apa­apa yang dipelajari hampir meliputi semua hal, segala sesuatu yang ada yang mencakup cabang­cabang filsafat, sehingga dalam topik ini disebut juga topik masalah cabang­cabang filsafat. Walaupun mungkin ada salah satu cabang filsafat yang kita kenal tetapi belum masuk dalam pendapat di atas. Hal ini tentunya beberapa pendapat tersebut di atas hanya sebagian saja sebagai uraian singkat. Namun yang perlu diperhatikan adalah sebelum mempelajari yang lain, tiga cabang filsafat yang dipelajari terlebih dahulu sebagai dasar adalah logika, metafisika, dan etika.

Download Buku Disini


Demikian pengertian tentang Pengantar Pengertian Filsafat Semoga bermanfaat buat Semua.

Referensi :

Buku     : Pengantar Filsafat
Penulis : Waris
Editor   : Ahmad Choirul Rofiq

0 komentar:

Posting Komentar